Minggu, 13 Maret 2011

kliping Wawasan Nusantara

Kliping wawasan nusantara
Magnet di Pasar Apung Lokbaintan
MARTAPURA, KOMPAS.com — Pasar Apung Lokbaintan di Desa Lokbaintan, Kecamatan Sungai Tabuk, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan, menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan serta warga Banjarmasin dan sekitarnya.
Setiap hari Minggu dan hari libur, pasar ini selalu ramai dikunjungi meski jumlah pedagang tak sebanyak tahun 1980-an.
Pasar yang berada di tepi Sungai Martapura dan beroperasi sejak subuh hingga sepi pada pukul 09.00 itu tak hanya ramai oleh wisatawan yang datang dengan menyewa perahu kelotok secara rombongan, tapi juga pencinta fotografi dan warga yang berolahraga menggunakan sepeda gunung.
Bagi pencinta fotografi, misalnya, salah satu tempat favorit untuk mengabadikan suasana pasar adalah dengan naik di atas jembatan gantung yang melintang di atas pasar. Mereka bisa membidik aktivitas barter, jual beli antarpedagang, maupun perilaku ramah pedagang dan wisatawan dari atas.
Adapun pencinta sepeda, selain menikmati suasana pasar, mereka juga menyukai kondisi jalan darat dari arah Desa Sungai Lulut menuju ke lokasi pasar yang kondisinya tidak lagi mulus. Kubangan dan permukaan aspal yang bopeng rupanya menambah keasyikan bersepeda.
Di pasar ada beraneka barang, terutama kebutuhan pokok dan hasil bumi, yang diperjualbelikan menggunakan perahu kecil (jukung) yang sebagian di antaranya tidak dilengkapi mesin. Seperti Minggu (13/3/2011) pagi ini, hasil bumi yang mencolok diperjualbelikan adalah jeruk siam banjar, buah ketapi, dan pisang.
Sumber:
http://travel.kompas.com/read/2011/03/13/12431631/Magnet.di.Pasar.Apung.Lokbaintan

Kuatkan Kembali Identitas Wawasan Nusantara
MATARAM, KOMPAS.com - Tantangan berat bangsa Indonesia sekarang dan ke depan adalah penguatan kembali wawasan Nusantara, identitas bangsa atau identitas nasional. Proses mengindonesia mendapat tantangan bukan hanya secara eksternal, tetapi juga secara internal. Museum memiliki peranan strategis dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Guru Besar UIN Azyumardi Azra mengatakan hal itu pada Pertemuan Nasional Museum se-Indonesia, Selasa (30/3/2010) di Mataram, Nusa Tenggara Barat. "Peranan museum dalam mencerdaskan bangsa, memperkuat kepribadian bangsa dan ketahanan nasional serta wawasan Nusantara, mengisyaratkan museum lebih daripada sekadar tempat penyelamatan, penyimpanan dan pemanjangan warisan sejarah bangsa di masa silam, tetapi sekaligus dapat memainkan peran ke arah peningkatan kehidupan bangsa-negara yang lebih cerdas, dengan kepribadian lebih tangguh, sehingga dapat memiliki ketahanan nasional dan pandangan dunia komprehensif dan utuh tentang wawasan Nusantara," paparnya.
Karena itu, museum-museum, khususnya museum nasional, memiliki posisi penting dalam konstruksi identitas nasional. Melalui otoritas yang mereka miliki dalam hal 'warisan sejarah nasional', museum-museum dapat menjadi lembaga otentifikasi identitas nasional tersebut di masa silam dan sekaligus memproyeksikannya ke depan.
Museum-museum di berbagai tempat di Indonesia memainkan peran penting dalam menyelamatkan, menyimpan, dan meneruskan 'kenangan bersama' perjalanan dan perjuangan bangsa dalam mencapai kemerdekaan tersebut.
Dalam hal ini, menurut Azyumardi Azra, museum-museum harus menyelesaikan masalah-masalah tententu misalnya tentang sejarah mana yang harus direkonstruksi dan ditampilkan atau 'memori bersama' mana yang mesti disegarkan kembali. "Tetapi, terlepas dari masalah-masalah ini, melalui museum berbagai proses kesejarahan ini yang ditampilkan dapat menjadi cerminan dan pelajaran untuk meningkatkan kepribadian bangsa dan keutuhan wawasan Nusantara," tandas Azyumardi Azra.
Dalam kaitan itu, faktor dan elemen wawasan Nusantara dan kebangsaan seperti Kebangkitan Nasional, Sumpah Pemuda 1928, Proklamasi NKRI, Pancasila dan 'Bhinneka Tunggal Ika' mesti juga dapat diperkuat melalui berbagai kegiatan dan program museum, baik yang seguler maupun insidental sesuai dengan peringatan momentum sejarah tertentu.
Di tengah kian banyak dan beragamnya tantangan yang dihadapi negara-bangsa Indonesia hari ini dan ke depan, perlu revitalisasi kepribadian bangsa, semangat Kebangkitan Nasional, Sumpah Pemuda 1928 dan Kelahiran Pancasila. Di sini, sekali lagi, kata Azyumardi, museum-museum di berbagai tempat di tanah air seyogianya mengambil inisiatif dan peran untuk revitalisasi berbagai aspek pentting dalam kehidupan kebangsaan-kenegaraan kita tersebut.
Sumber :
http://regional.kompas.com/read/2010/03/30/19152715/Kuatkan.Kembali.Identitas.Wawasan.Nusantara
Segera Benahi Sejumlah Persoalan Museum!
Banyak benar persoalan museum di Indonesia. Diskusi panel Kompas dengan Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, bertajuk Museum sebagai Pembentuk Jatidiri Bangsa, tanggal 22 Juli lalu, mengungkap sejumlah persoalan yang mesti segera dibenahi.
Daud Aris Tanudirjo, dosen di jurusan Arkeologi FIB Universitas Indonesia, mengatakan, museum kita masih berkutat di seputar koleksi atau benda-benda yang dipamerkan, tapi miskin informasi. Yang dinikmati oleh pengunjung adalah benda kuno, bukan gagasan, peng etahuan, atau pesan-pesan yang bermanfaat saat ini.
Kresno Yulianto, pakar di bidang museum mengatakan, museum cuma destinasi. Sumberdaya manusia museum kita tidak disetarakan dengan visi misi museumnya. Jika museum ingin maju, harus meriset kebutuhan pengunjung. Reaksi respon pengunjung selama ini jarang diteliti.
Direktur Permuseum Direktorat Jenderal Sejarah dan Museum Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, Intan Mardiana, juga mengaku prihatin. Secara umum, kondisi mutakhir museum-museum di Indonesia m asih belum menarik untuk dikunjungi. Banyak museum masih berkesan kumuh, halaman yang tidak tertata, kondisi bangunan yang menyedihkan, kotor dan lain sebagainya. Belum lagi membicarakan para pengelola dan tour-guide dalam museum yang masih jauh dari harapan, katanya.
Apakah karena itu, lantas kemudian, menteri, gubernur, bupati, wali kota, dan wakil rakyat di pusat dan daerah, selama menjabat jarang dan tak pernah berkunjung ke museum? Barangkali, karena itu juga, anggaran untuk pengembangan dan kemajuan museum tak pernah jadi perhatian.
Untuk revitalisasi museum yang dicanangkan melalui payung besar bernama Gerakan Nasional Cinta Museum, t antangannya adalah bagaimana menjadikan museum sebagai tempat yang menarik untuk dikunjungi? Bagaimana menjadikan museum sebagai tujuan wisata yang membanggakan bangsa maupun daerahnya? Bagaimana membuat museum menjadi lebih terkoordinasi? Bagaimana agar museum bisa berkembang mandiri dan tetap menjadi pilar dalam mencerdaskan bangsa, mengukuhkan kepribadian bangsa, sert a ketahanan nasional dan wawasan nusantara? Bagaimana meningkatkan kesadaran insan museum untuk terus mengembangkan diri? Bagaimana menjadikan museum sebagai pusat pengembangan budaya, seni dan kepribadian bangsa yang sangat membanggakan?
Yang pasti, Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Jero Wacik menegaskan, sekitar 90 persen dari 275 museum yang terdata, kondisinya masih memprihatinkan.
Fungsi kontrol masyarakat perlu diperkuat. Kalau menteri dan para anggota DPR mau menyempatkan diri mengunjungi museum di daerah, maka dengan kondisi yang memprihatinkan itu, mereka seharusnya malu, tandasnya.
Barangkali, karena kurang perhatian pemerintah, sehingga tahun lalu terungkap sejumlah kasus pencurian benda-benda koleksi museum. Bahkan, benda-benda berharga bernilai sejarah yang selama ini disimpan warga, yang seharusnya bisa disimpan di museum, seperti naskah-naskah/dokument asi Melayu kuno, sudah berpindah tangan ke kolektor asing.
Bahkan, karena alasan ekonomis semata , temuan benda-benda purbakala di dasar laut yang bernilai hampir satu triliun rupiah, 5 Mei lalu dilelang . Untung tidak ada penawar. Padahal, kalau dibangun museum untuk itu, bisa menjadi salah satu kebanggaan Indonesia. Bisa menjadi ikon baru pariwisata Indonesia.
Gerakan Nasional
Menyadari kondisi yang memprihatinkan itu, usai Pertemuan Nasional Museum se-Indonesia, 29 Maret hingga 1 April 2010 lalu, di Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat, para kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Kepala Museum, Ketua DPRD, BP3 , dan institusi terkait lainnya, serta pemerhati museum, membuat pernyataan Komitmen Mendukung Revitalisasi Museum Indonesia.
Menurut Intan Mardiana, pertemuan nasional itu untuk memaksimalkan fungsi dan tugas museum. Terdapat tiga pilar utama fungsi museum yang menjadi landasan operasionalnya dan sangat dibutuhkan di era globalisasi ini, yakni men cerdaskan kehidupan bangsa , memperkuat kepribadian bangsa, ketahanan nasional dan wawasan nusantara.
Berbagai gejolak terjadi di negara kita saat ini, masyarakat mulai kehil angan orientasi akar budaya atau jati dirinya. Dalam situasi seperti ini, museum dapat memberi inspirasi tentang hal-hal penting yang harus diketahu i dari masa lalu untuk menuju ke masa depan. Oleh karena itu, untuk menempatkan museum pada posisi yang strategis, diperlukan gerakan bersama dalam hal penguatan pemahaman, apresiasi, dan kepedulian akan identitas dan perkembangan budaya bangsa yang harus terbangun pada tataran semua komponen bangsa Indonesia dalam skala lokal, regional, dan nasional. Gerakan nasional itu bernama Gerakan Nasional Cinta Museum (GNCM), papar Direktur Museum Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata itu.
Menurut Staf Ahli Menteri Bidang Pranata Sosial, Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, Surya Yuga, GNCM adalah upaya penggalangan kebersamaan antarpemangku kepentingan dan pemilik kepentingan, dalam rangka pencapaian fungsionalisasi museum guna memperkuat apresiasi masyarakat terhadap nilai kesejarahan dan kebudayaan.
Gerakan Nasional Cinta Museum bertujuan membenahi peran dan posisi museum yang difokuskan pada aspek internal maupun eksternal. Aspek internal tertuju pada revitalisasi fungsi museum dalam rangka penguatan citra melalui pendekatan konsep manajemen yang terkait dengan fisik dan nonfisik. Aspek eksternal lebih kepada konsep kemasan program, yaitu sosialisasi dan kampanye kepada masyarakat, katanya.
Menbudpar Jero Wacik menegaskan, Tahun Kunjung Museum 2010 merupakan bagian dari Gerakan Nasional Cinta Museum yang dilaksanakan mulai tahun 2010 hingga 2014 , sebagai langkah strategis dalam mewujudkan revitalisasi museum di Indonesia melalui upaya peningkatan kualitas pelayanan museum.
Revitalisasi yang dilaksanakan selama lima tahun, dari tahun 2010 sampai tahun 2014 di 79 museum di Indonesia, berusaha menempatkan kembali arti penting museum secara proporsional dan kontekstual. Rinciannya, tahun 2010 direvitalisasi 4 museum, 2011 direvi talisasi 30 museum, tahun 2012 direvitalisasi 10 museum, tahun 2013 direvitalisasi 15 museum, dan tahun 2014 direvitalisasi 20 museum.
Jero Wacik berharap museum-museum di Indonesia dapat mengembangkan diri yang didasarkan pada pemikiran bahwa museum mer upakan bagian dari pranata sosial yang memiliki tanggung jawab untuk mencerdaskan bangsa, menggalang persatuan dan kesatuan, memberikan layanan kepada masyarakat, melestarikan aset bangsa sebagai sumber penguatan pemahaman, apresiasi, dan kepedulian pada identitas bangsa.
Senada dengan itu, Direktur Jenderal Sejarah dan Permuseuman Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Hari Untoro Dradjat men gatakan, kehadiran museum di negara kita sudah didirikan sejak masa kolonial Belanda dalam upaya melestarikan berbagai peninggalan sejarah dan untuk kepentingan ilmu pengetahuan.
Sejalan dengan waktu, museum-museum di Indonesia terus mengembangkan diri dan telah menjadi jendela yang menggambarkan kekayaan alam dan budaya, serta peradaban bangsa. Bahkan museum tidak ha nya bergerak di sektor budaya, melainkan dapat bergerak di sektor ekonomi, politik, sosial, dan lain-lain, katanya.
Guru Besar Universitas Islam Negeri Jakarta, Azyumardi Azra menilai, persepsi orang tentang museum masih kuno dan konvensional. Dibayangka n orang sebagai tempat penyimpanan benda-benda antik, kuno dan bersejarah, serta juga arsip-arsip tentang masa silam.
Padahal, museum memiliki peranan strategis dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Museum lebih dari sekadar tempat penyelamatan, penyi mpanan, dan pemajangan warisan sejarah bangsa di masa silam, tetapi juga sekaligus dapat memainkan peran ke arah peningkatan kehidupan bangsa-bangsa yang lebih cerdas, dengan kepribadian lebih tangguh, sehingga dapat memiliki ketahanan nasional dan pandan gan dunia komprehensif dan utuh tentang wawasan Nusantara tegasnya negara-bangsa Indonesia, katanya.
Beranjak dari pemahaman untuk menempatkan arti penting museum, telah disepakati pada Pertemuan Nasional Museum se-Indonesia untuk membenahi enam aspek da lam revitalisasi museum. Aspek fisik dimaksudkan untuk meningkatkan tampilan museum menjadi lebih atraktif.
Aspek manajemen untuk meningkatkan profesionalisme dalam pengelolaan museum dan pelayanan pengunjung. Aspek program kreatif untuk mengembangkan pro gram yang inovatif dan kreatif. Aspek jejaring untuk mewujudkan dan memperkuat jejaring museum dan komunitas. Aspek kebijakan untuk menetapkan kebijakan pengelolaan museum, dan aspek pencitraan untuk meningkatkan citra museum.
Kebijakan Daerah
Dalam Pertemuan Nasional Museum se-Indonesia di Mataram, 29 Maret hingga 1 April 2010 lalu, terungkap, kondisi museum yang memprihatinkan karena kurang perhatian dan salah urus oleh pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten dan pemerintah kota.
Menurut Hari Untoro Dradjat, sejak pelaksanaan ot onomi daerah, tanggung jawab fungsionalisasi museum, khususnya museum negeri provinsi, yang semula menjadi UPT pusat menjadi UPT daerah, dikelola sepenuhnya oleh pemerintah daerah di tingkat provinsi. Penye suaian baru perihal status ini, ternyata menimbulkan berbagai permasalahan di dalam pengelolaan museum, terutama sumberdaya manusia yang kurang mendapat bekal permuseuman, dukungan dana daerah yang tidak merata, dan kesadaran akan pentingnya kehadiran mu seum bagi daerah yang begitu kurang.
Kepala Sub Direktorat Pengendalian dan Pengamanan Direktorat Museum Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, Prioyulianto Hutomo dalam diskusi panel Kompas mengungkapkan, sekarang santer lagi suara-suara yang mengatakan sebaiknya museum negeri dikembalikan ke pusat. Artinya, ada satu pengelolaan yang sangat kurang dalam hal ini perhatian pemerintah daerah, ujarnya.
Menurut Prioyulianto, walaupun ada museum-museum yang memang digelontori dengan dana besar seperti Jawa Ti mur dan Jawa Tengah, tapi itu pun masih ada embel-embelnya yaitu mereka ditarget untuk PAD (Pendapatan Asli Daerah).
Pada umumnya dana untuk museum di daerah sangat minim. Untuk contoh konkret, mari kita sigi Museum Negeri Nusa Tenggara Barat, yang mengalami krisis dana dan sumber daya manusia. Indikasi ini terlihat dari anggaran yang dialokasikan lewat APBN dan APBD. Menurut catatan Kompas , APBD NTB memberikan jatah Rp904 juta tahun 2009, dan naik jadi Rp907 tahun 2010. Sedangkan untuk biaya pengadaan koleksi baru dan gedung tidak ada jatah dari APBD.
Dari APBN tahun 2010 Museum ini mendapat subsidi dari APBN nonfisik sebesar Rp130 juta. Padahal kondisi fisik Museum NTB, seperti plafon ruang pamer harus diganti, bahkan gedung penyimpanan koleksi perlu rehab total karena bagian pondasinya sudah rata dengan jalan, yang memungkinkan air masuk ke gudang museum di areal seluas 1,4 hektar itu bila terjadi genangan saat hujan.
Dengan dana y ang minim itu, Museum NTB menjalankan tugas dan fungsinya seperti menggelar pameran di museum itu, pameran keliling dan penyuluhan di kabupaten/ kota se-NTB, termasuk biaya perawatan koleksi preventif dan kuratif. Untuk satu tahun Museum ini menargetkan 400 item sampai 500 item koleksi yang dirawat, dengan biaya Rp40 juta sampai Rp45 juta.
Artinya, untuk merawat 7.400 benda koleksi di sana memerlukan waktu 15 tahun. Boleh jadi, benda yang tertangani sebelumnya, rusak tersimpan selama 16 tahun tak tersentuh perawatan. Dengan dana yang terbatas pula Museum NTB dihadap pada krisis sumber daya manusia yang terampil dan tekun mengelola benda-benda koleksi. Malah mereka yang sudah dididik , dipindahtugaskan dari Museum ke berbagai instansi dan menghadapi tugas-tugas yang berbeda jauh dengan bidang keterampilannya.
Kini museum NTB punya 14 tenaga fungsional yang sudah dilatih merawat koleksi museum. Tiap kali ada proses rekruitmen PNS, museum tidak kebagian jatah pegawai sesuai bidang yang dibutuhkan. Idealnya, untuk Museum NTB dengan tipe B, memiliki 24 tenaga fungsional dari total pegawai sejumlah 70 orang.
Menurut Hari Untoro Dradjat, walaupun otonomi daerah telah digulirkan, pemerintah pusat tetap memberikan bantuan kepada museum-museum swasta dan museum-museum ting kat kabupaten/kota, baik yang telah lama ber diri maupun yang baru didirikan.
Untuk pelaksanaan revitalisasi museum 2010-2014, untuk profesionalisme pengelolaan museum diharapkan tersedia 600 orang yang memiliki kompetensi di bidang permus euman. Sedangkan untuk manajemen koleksi, tercapainya pelestarian terhadap 100.000 koleksi museum seluruh Indonesia.
Untuk meningkatkan kompetensi sumberdaya sumberdaya manusia di museum, kementerian Kebudayaan dan Pariwisata meningkatkan program beasiswa S2 museumologi untuk 20-25 orang dari daerah di Universitas Indonesia , Universitas Gadjah Mada, dan Universitas Padjajaran dalam bentuk ikatan dinas, jelas Hari.
Kegiatan Tahun Kunjung Museum pada prinsipnya, menurut Direktur Museum Intan Mardiana, dilaksanakan di Museum seluruh Indonesia, dengan prioritas pada tujuh provinsi, yaitu di DKI Jakarta, Yogyakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, dan Sumatera Utara. Sedangkan Gerakan Nasional Cinta Museum akan dilaksanakan di museum-museum selu ruh Indonesia.
Suksesnya Tahun Kunjung Museum 2010 mengawali Gerakan Nasional Cinta Museum, yang diselenggarakan dari tahun 2010 sampai 1014, diperlukan sinergi antara pemerintah (pusat dan daerah), Asosiasi Museum, Komunitas Cinta Museum, swasta/dunia usa ha dan masyarakat, kata Intan.
Contoh Sukses
Kalau ingin sukses dalam pengelolaan museum, tak ada salahnya mencermati pengelolaan Museum Bank Mandiri. Karena dinilai sukses, menurut Manager Procurement & Fixed Asset Group Museum Bank Mandiri, Hirman Setiawan, sudah beberapa museum studi banding ke museum yang berdiri tahun 2005 dan memanfaatkan gedung bekas Nederlandsche Handel Maatschappij (NHM) NV, yang dibangun 27 Februari 1826.
Tanpa promosi, karena anggaran untuk itu tak ada, pengunjung tetap ramai. Ini dimungkinkan karena kita bersinergi dengan sejumlah komunitas, yang bisa memanfaatkan fasilitas di museum secara cuma-cuma, gratis, katanya.
Target pengunjung 200 ribu orang tahun 2010, diyakini terlewati, karena sampai Juli sudah tercatat sekitar 120 ribu pengujung. Sejak berdiri tahun 2005, jumlah pengunjung dari tahun ke tahun meningkat.
Visi yang diemban dari Museum Bank Mandiri adalah menjadi museum perbankan berstandar internasional yang informatif, inspiratif dan bermanfaat bagi masyarakat. Adapun misinya adalah mengembangkan Museum Bank Mandiri sebagai pusat dokumentasi sejarah bank, sebagai sarana kultural edukatif dan rekreatif bagi masyarakat. Pengelolaan museum de ngan manajemen profesional, turut berpartisipasi dalam revitalisasi bangunan bersejarah di kawasan Kota Tua Jakarta sebagai tempat tujuan wisata, serta menjalin kerjasama dengan semua pihak dalam rangka pengembangan museum.
Yang unik, pengelola Museum bisa memberdayakan SDM yang terbatas untuk memajukan dan memberikan citra yang baik. Dengan 25 orang tenaga cleaning service dan 23 pegawai museum, mereka diberdayakan sehingga museum mempunya marching band dan band dengan sejumlah prestasi. Untuk menyambut rombongan tamu-tamu museum, mereka bisa diberdayakan.
Bahkan, kerjasama dengan sekolah-sekolah di lingkungan sekitar, museum juga punya kegiatan pramuka, yang sewaktu-waktu mereka dengan sukarela membantu kelancaran kegiatan museum.
Pengujung yang tercatat sebagai nasabah Bank Mandiri, gratis masuk museum dan memanfaatkan fasilitas museum untuk foto pra-wedding dan sebagainya.(RUL)
Sumber :
http://oase.kompas.com/read/2010/08/14/00034554/Segera.Benahi.Sejumlah.Persoalan.Museum





Malaysia Klaim Beberapa Wilayah RI
Indonesia adalah negara kepulauan terbesar dunia. Secara fisik, dia punya panjang garis pantai mencapai 81.000 kilometer dengan jumlah pulau mencapai lebih dari 17.500 pulau. Luas daratan 1,9 juta kilometer persegi, sementara luas perairan 3,1 juta kilometer persegi.
Bukan perkara mudah menjaga wilayah seluas itu. Apalagi sebagai negara kepulauan yang letaknya berada di antara dua samudra dan dua benua, Indonesia berbatasan setidaknya dengan 10 negara, mulai dari Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, Filipina, Australia, Papua Niugini, Timor Leste, Palau, hingga India.
Belum semua wilayah perbatasan dengan negara-negara tadi sudah disepakati. Beberapa di antaranya tengah dirundingkan, sementara sebagian lain masih dalam perencanaan walau beberapa segmen kawasan sudah disepakati. Sejumlah kawasan perbatasan yang masih dalam sengketa berpotensi besar memicu persoalan, seperti terakhir terjadi di perairan sebelah utara Pulau Bintan, Kepulauan Riau.
Pada saat berpatroli dan berhasil menangkap lima kapal nelayan Malaysia yang tengah beroperasi secara ilegal, tiga petugas Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) malah ditangkap dan ditahan Polisi Marin Diraja Malaysia di sel tahanan mereka di Johor Bahru. Insiden itu memicu kemarahan.
Insiden perbatasan, terutama di wilayah perairan tersebut, memang rentan terjadi, mengingat setiap negara punya klaim wilayah sendiri. Dalam kasus itu, Indonesia berpegangan pada Peta 349 Tahun 2009, sementara Malaysia berpatokan pada peta tahun 1979. Keduanya sama-sama mengklaim secara unilateral (sepihak).
Proses perundingan dengan Malaysia sayangnya terkendala banyak persoalan. Indonesia masih harus menunggu tuntasnya proses perundingan atas klaim kepemilikan gugus karang South Ledge, antara Malaysia dan Singapura.
Perundingan lanjutan, menurut Kementerian Luar Negeri Indonesia, telah digelar berkali-kali sejak 1969, juga terkendala pergantian pejabat pemerintahan terkait, terutama di Malaysia.
Terkait perbatasan dengan Malaysia, sejumlah wilayah perairan yang masih menjadi sengketa, antara lain, batas zona ekonomi eksklusif (ZEE) untuk Segmen Selat Malaka; batas laut wilayah Indonesia-Malaysia untuk Segmen Selat Malaka Selatan; batas laut wilayah di Segmen Selat Singapura meliputi wilayah perairan seputar Pulau Batam, Bintan, dan Johor (Malaysia); batas ZEE Indonesia-Malaysia untuk Segmen Laut China Selatan; dan batas laut wilayah, ZEE, serta landas kontinen di Segmen Laut Sulawesi.
Namun begitu, sejak lima tahun terakhir (per tahun 2005 hingga Oktober 2009), sudah ada 15 kali perundingan digelar pada tingkat teknis dan serangkaian pertemuan informal. Rencananya kedua negara telah menyepakati proses pembahasan dipercepat menyusul insiden kali ini, dari yang seharusnya Oktober mendatang menjadi 6 September 2010 dalam bentuk Joint Ministrial Committee.
Sepanjang sejarah, wilayah perairan Indonesia berubah-ubah luasnya, sesuai dengan rezim aturan yang berlaku pada masanya. Menurut pakar hukum kelautan Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI), Agus Brotosusilo, pada masa kolonialisasi Belanda, berlaku ketentuan Territoriale Zee en Maritieme Kringen Ordonantie (TZMKO) 1939, yang dijiwai prinsip Mare Liberum (Freedom of The Sea) seorang genius hukum dan juga bapak hukum internasional asal Belanda, Hugo Grotius (1604).
Agus saat ini juga menjabat sebagai Staf Ahli Menteri Pertahanan Bidang Ideologi dan Politik Kementerian Pertahanan RI. Dia juga penulis naskah Expose Hasil Delegasi Indonesia saat mengegolkan prinsip ”Archipelagic State” Nusantara pada United Nations Conference on the Law of the Sea (UNCLOS) tahun 1982.
Dengan TZMKO itu, wilayah perairan teritorial milik Indonesia hanya diukur dari 3 mil laut dari setiap pulau. Akibatnya, kepulauan Indonesia dikelilingi dan dipisahkan oleh wilayah laut bebas. Dengan ketentuan sama masih diberlakukan saat Indonesia mendeklarasikan kemerdekaannya, 17 Agustus 1945, total luas wilayahnya mencapai 100.000 kilometer persegi.
Pada 13 Desember 1957, pemerintah mendeklarasikan Wawasan Nusantara, dikenal dengan Deklarasi Djuanda. Deklarasi ini menetapkan kawasan perairan di bagian dalam kepulauan Indonesia otomatis menjadi bagian dari wilayah kedaulatan Indonesia. Sementara itu, ketentuan pengukuran 3 mil dari garis pantai setiap pulau diubah menjadi 12 mil.
Lebih lanjut pada April 1982 konsep Wawasan Nusantara diterima menjadi bagian konvensi hukum laut internasional hasil Konferensi PBB tentang hukum laut yang ketiga (UNCLOS).
Selain pengukuran 12 mil tadi, juga ditetapkan tentang kawasan ZEE yang cakupannya mencapai 200 mil dari garis pantai setiap pulau.
Untuk kawasan ZEE, kewenangan hanya sebatas mengelola dan memelihara kekayaan alam saja, sementara di wilayah 12 mil tadi Indonesia punya kedaulatan penuh di daratan, perairan wilayah, dan bahkan terhadap tanah di bawah permukaan air dan ruang udara yang ada di atasnya (sovereign rights).
Sejak Sipadan dan Ligitan
Memahami sejarah sekaligus aturan yang berlaku terkait penentuan teritorial perairan seperti itu adalah keharusan. Agus mencontohkan, Malaysia sebetulnya mengakui dan menjadi anggota UNCLOS. Namun, sejak kemenangan klaim mereka atas Pulau Sipadan dan Ligitan, beberapa tahun lalu, Malaysia semakin percaya diri dan berkeras tetap berpatokan pada peta wilayah yang dibuatnya sendiri tahun 1979 (klaim unilateral).
”Peta itu memasukkan sejumlah wilayah perairan kita, sesuai UNCLOS, ke dalam wilayah mereka. Maka itu, terjadi sejumlah sengketa akibat klaim sepihak tadi, seperti sebelumnya di perairan Ambalat dan kemarin di sekitar Pulau Bintan,” kata Agus.
”Sayangnya, saat insiden 13 Agustus kemarin itu, posisi kita lemah karena kapal KKP tidak dilengkapi GPS. Padahal, dengan UNCLOS, wilayah kita sudah jelas,” ujar Agus.
Akibatnya, menurut Agus, petugas KKP tidak bisa mengklaim kapal-kapal nelayan dan patroli Polis Marin Diraja Malaysia (PMDM) telah melanggar wilayah kita berdasarkan titik koordinat yang diketahui GPS tadi. Bahkan, dalam wilayah sengketa sekalipun dibenarkan jika kedua belah pihak saling beradu klaim sepanjang memang bisa membuktikannya.
”Kalau memang yakin dan tahu aturan hukumnya, tentu kita bisa dan berani bersikap tegas. Meskipun mereka enggak mengakui, ya, tetap harus diperjuangkan klaim kita tadi. Tidak cuma itu, kalau kita menguasai masalah, dalam perundingan pun kita bisa mengambil keuntungan dari situ dan bahkan bisa menekan pihak lawan,” ujar Agus.
Agus mencontohkan, saat ini Malaysia punya pembangkit listrik berkapasitas besar di wilayah Sarawak yang jika ingin disambungkan ke kawasan Semenanjung Malaysia, pastinya kabel bawah laut pembangkit listrik tersebut harus melalui wilayah perairan Indonesia.
Pembangkit tersebut pastinya tidak banyak berguna jika hanya digunakan di seputar wilayah Sarawak yang kebanyakan masih dikelilingi hutan. Dengan pengetahuan seperti itu, bisa saja, menurut Agus, Pemerintah Indonesia memanfaatkannya untuk menekan Malaysia.
Misalnya, boleh saja Malaysia memasang kabel dasar laut penghubung untuk mengalirkan listriknya ke wilayah semenanjung mereka, tetapi sebagai kompensasi, mereka harus mengakui kawasan yang dipersengketakan selama ini, seperti di kawasan tempat terjadi insiden kemarin, sebagai wilayah kedaulatan Indonesia.
Intinya, ujar Agus, dengan memahami dan menguasai aturan hukum yang berlaku serta dukungan peralatan dan personel memadai, Indonesia bisa saja menekan Malaysia untuk mengikuti kemauannya tanpa perlu bersikap emosional setiap kali terjadi insiden provokasi dan pelanggaran wilayah oleh negara jiran itu.
Sumber :
http://nasional.kompas.com/read/2010/08/29/03221692/Malaysia.Klaim.Beberapa.Wilayah.RI.

Keindahan Tersembunyi Jejak Purba Bengawan Solo
GUNUNGKIDUL, KOMPAS.com - Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), mengembangkan wisata alam bekas muara Bengawan Solo purba yang berada di Kecamatan Girisubo.
"Sekitar empat juta tahun lalu sebuah proses geologi terjadi, yakni Lempeng Australia menghujam ke bawah Pulau Jawa, menyebabkan dataran Pulau Jawa perlahan terangkat. Arus sungai akhirnya tak bisa melawan hingga akhirnya aliran pun berbalik ke utara," kata Kepala Bidang Pengembangan Produk Wisata Disparbud Gunungkidul Birowo Adie di Wonosari, akhir pekan lalu.
Ia mengatakan jalur aliran air Bengawan Solo pada zaman itu akhirnya tinggal jejak karena mengering akibat tidak ada lagi air yang mengalirinya. Wilayah itu menjadi kaya bukit-bukit kapur yang menurut beberapa penelitian semula merupakan karang yang berada di bawah permukaan laut.
"Bekas jalur muara Bengawan Solo purba tersebut membentuk pemandangan alam yang indah sehingga akan dikembangkan menjadi objek wisata yang dapat dijual kepada wisatawan nusantara dan mancanegara," katanya.
Ia mengatakan bekas aliran sungai tersebut saat ini menjadi objek wisata menarik. Wilayah tersebut menjadi jejak geologi yang berharga karena bekas aliran Bengawan Solo purba masih tampak jelas.
"Pemandangan tersebut dapat dilihat di sepanjang jalan menuju Pantai Sadeng, wisatawan dapat menikmati keindahan ratusan meter bekas aliran Bengawan Solo purba yang berukuran raksasa," katanya.
Menurut dia pihaknya akan mengembangkan kawasan tersebut menjadi lebih representatif, wisatawan dapat berhenti sejenak di pinggir jalan sebelum memasuki kawasan Pantai Sadeng atau berjalan menikmati pemandangan bekas sungai aliran tersebut.
"Di wilayah itu ada dua perbukitan kapur yang tinggi memanjang mengapit sebuah dataran rendah yang semula adalah jalur air. Dataran rendah yang kini menjadi lahan palawija penduduk setempat itu berkelok indah, memanjang sejauh sepuluh kilometer ke arah utara," katanya.
Ia mengatakan jalur kelokan bekas aliran Bengawan Solo purba tersebut saat ini menjadi pemandangan alam yang indah. Wisatawan akan berminat menyusurinya ke utara hingga sampai di tempat pembalikan aliran sungai," katanya.
Birowo berharap setiap pengunjung yang datang ke wilayah Sadeng menyaksikan sebuah proses evolusi alam. Selama perjalanan dapat dilihat evolusi dataran rendah jalur aliran Bengawan Solo purba dari tempat mengalirnya air hingga menjadi ladang palawija yang produktif.

"Dengan mengunjungi pantainya seolah mengenang pantai yang semula muara sungai dan daerah sepi kini berkembang menjadi pelabuhan perikanan terbesar di DIY," katanya.
Sumber :
http://www.kompas.com/lipsus112009/kpkread/2009/10/12/09411036/Keindahan.Tersembunyi.Jejak.Purba.Bengawan.Solo.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar